Minggu, 15 Desember 2013

Pustaka Labrak Terbitkan Buku Cerpen Berbahasa Lampung

BANDARLAMPUNG (Lampost.co): Pustaka Labrak menerbitkan buku kumpulan cerita pendek (cerpen) berbahasa Lampung. Kumpulan cerita buntak (Bahasa Lampung cerpen) yang diberi judul Tumi Mit Kota itu ditulis oleh Udo Z. Karzi dan Elly Dharmawanti.

Peluncuran buku pertama cerpen berbahasa Lampung itu akan digelar dan didiskusikan di SMA Negeri 2 Liwa, Lampung Barat, pada Kamis (19/2).

Kepala SMAN 2 Liwa Haikan menyambut baik acara yang digagas Organisasi Siswa Instra Sekolah (OSIS) SMAN 2 Liwa ini. "Buku kumpulan cerbun Tumi Mit Kota ini memang perlu diapresiasi karena selain bahasanya bahasa Lampung, isinya banyak mengambil latar daerah Lampung Barat dan Pesisir Barat," ujarnya.

Sedangkan Elly Dharmawanti, salah satu penulis buku ini menyatakan kegembiraannya atas sambutan siswa-siswi di Liwa. Acara ini terselenggara atas kerjasama dari berbagai pihak antara lain Kepala SMAN 2 Liwa, Pembina OSIS Trino Wijaya, Ketua OSIS Dian Yusuf, dan Duta Suhanda dari Radio Mahameru, Liwa.

Kumpulan cerbun Tumi Mit Kota yang diterbitkan Pustaka Labrak, Bandar Lampung berisi 13 cerpen Elly Dharmawanti dan Udo Z. Karzi. Judul buku ini diambil dari judul cerpen bertitel sama dari Udo Z. Karzi.

Menurut redaktur Penerbit Pustaka Labrak, Udo Z. Karzi, judul diambil karena paling tidak cerpen ini menggambarkan kondisi kontemporer masyarakat Lampung terkait dengan orientasi hidup, pergeseran tatanan sosiobudaya, dan kecenderungan urbanisasi di antara warga Lampung.

Alasan lain, kata Udo Z. Karzi, ada proses inkulturasi dalam diri Tumi (Tuminingsih), yang namanya dekat dengan kultur Jawa dan memang beretnis Jawa, tetapi sudah menjadi gadis Lampung benar. "Inilah yang seharusnya terjadi alih-alih marginalisasi bahasa-budaya Lampung di rumahnya sendiri," kata Udo.

Alasan ketiga, menurut Udo, jika membaca-baca sejarah, rupanya Buay Tumi atau Suku Tumi adalah nenek moyang orang Lampung. "Keempat dan seterusnya… cerbun ini bagus seperti juga cerbun-cerbun lain di buku ini, " ujarnya berseloroh

Kisah-kisah dalam buku ini membaurkan suasana laut dan pegunungan, sesekali kondisi kehidupan urban; juga ketegangan antara masa lalu dan kekinian. Dengan setting khas budaya yang khas, kedua cerpenis menuturkan ulun Lampung berikut filosofi hidup mereka dan kepiawaian mereka mengatasi problema kehidupan.

Dibandingkan dengan sastra Sunda, Jawa, dan Bali, perkembangan sastra Lampung memang kalah jauh. Betapa langkanya buku bacaan berbahasa Lampung. Padahal ini penting bagi pelestarian, pemberdayaan, dan pengembangan bahasa dan sastra Lampung.

Seharusnya setiap tahun ada buku berbahasa Lampung terbit, walau satu-dua judul. Apalagi sastra Lampung pernah mendaparkan Hadiah Sastra Rancage pada 2008 dan 2010.

Sudah lama tidak terbit buku sastra berbahasa Lampung. Terakhir, tahun 2011, terbit dua: novel Radin Inten II karya Rudi Suhaimi Kalianda (diterbitkan BE Press) dan karya klasik Warahan Radin Jambat suntingan Iwan Nurdaya-Djafar dan redaktur ahlini Hilman Hadikusuma (diterbitkan Pustaka LaBRAK).

"Oleh karena itu terbitnya terbitnya kembali buku sastra Lampung ini patut kita sambut dengan gembira," ujar Udo. n

Laporan: Insan Ares P.
Editor : Kristianto

Sumber: Lampost.co, Minggu, 15 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar