Sabtu, 27 Februari 2016

Ali Rukman

Lahir 20 Mei 1975 di Hamkebik, Sukarami, Liwa, Lampung Barat. Ia anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah Thamrin Shahri dan ibu Choiratun. Menikah dengan Arbayti Resminingsih, 31 Desember 2001, ia dikaruniai dua anak, Ainiyya Hana Pathi Seruni (lahir di Pringsewu 22 November 2002) dan Aqil Fadh Pathi Ilalang (lahir di Tanjungkarang, 25 September 2010).

Ali yang sejak menginjak Sekolah Dasar hobi berorganisasi ini memulai aktivitasnya dengan masuk Pramuka dan sempat menekuni olahraga seni beladiri  karate dan silat Lampung.  Saat usianya terbilang belia dibanding yang lain, ia menjadi pengurus organisasi muda-mudi asal Liwa di Bandar Lampung yaitu Muli Meghanai-Pengikok Liwa Sepakat (MM Pelikat) dan Lembaga Swadaya Masyarakat Zero Population Grouth (ZPG) wilayah Lampung yang aktif melakukan kampanye anti-AIDS pada SMA-SMA di Bandar Lampung. Ia juga pada  menjadi salah satu pendiri dari Perhimpunan Kawokh Bungkok, Lampung Barat yaitu Perhimpunan yang hingga saat ini banyak bergerak di pemberdayaan petani di Liwa Lampung Barat.


Saya Belajar dari Sini


Judul: Saya Belajar dari Sini: Pengalaman Mendampingi Masyarakat Lampung Barat
Penulis: Ali Rukman
Penerbit: Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung
Cetakan: I, Februari 2016
ISBN: 978-602-96731-9-7
Tebal:  viii + 137 halaman


Perlahan motor saya mundurkan lagi mendekat ke pantai untuk medapatkan jalan yang agak keras supaya ban tidak kepaterBismillah,”  ujar saya. Tarikan pertama nyangkut, oke diulang lagi.  Sejenak saya berpikir bagaimana melewati gundukan pasir ini. Sementara dalam gelap malam hujan rintik tetap mengiringi, tetapi keringat sepertinya tak mau kalah membasahi sekujur tubuh. Mungkin karena tegang atau karena faktor lain. 


Minggu, 21 Februari 2016

Orang-orang Setia

Judul: Orang-orang Setia: Kumpulan Naskah Drama Teater Satu
Penulis: Ari Pahala Hutabarat, Fitri Yani, Imas Sobariah, Iswadi Pratama
Penerbit: Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung
Cetakan: I, Januari 2016
ISBN: 139766029673166
Tebal: 236 halaman
Harga: Rp60.000

Di tengah langkanya naskah drama yang diterbitkan, kehadiran buku itu yang berisi delapan naskah drama, patut kita apresiasi. Teater Satu Lampung telah bertungkus lumus dengan seni peran ini sejak lama dan mampu membuatnya grup ini sukses menembus perteateran nasional, bahkan internasional. Lakon-lakon dalam buku ini sangat kuat untuk dipentaskan oleh sesiapa pun pekerja teater.

Di Balik Terang Cahaya: Catatan Proses Aktor Teater Satu

Judul: Di Balik Terang Cahaya: Catatan Proses Aktor Teater Satu
Penulis: Ahmad Jusmar, Andriyan Dwi Prawersthi, Baysa Deni, Budi Laksana, Deri Efwanto, Desi Susanti, Dwi 'Nobokov' Novita, Ema Luthfiani , Erika Bunga, Gandi Maulana, Hamidah Sherva, Imam Setia Hagi, Hendri Rosevel, Nersalya Renata, Rarai Masae Soca Wening Ati, Raras Sintha, Ruth Marini, Sugianto Jayen, Vita Oktaviana
Penerbit: Pustaka LaBRAK
Cetakan: I, Januari 2016
ISBN: 9786029677317
Tebal: v + 325
Harga: Rp75.000

Di Balik Terang Cahaya adalah catatan proses kreatif sebagian aktor di Teater Satu Lampung dalam kurun 20 tahun terakhir. Dikatakan sebagian karena jumlah aktor yang pernah belajar dan berjibaku di kelompok ini cukup banyak. Sejumlah besar dari mereka tidak bertahan karena alasan-alasan tertentu. Sementara di antara sebagian kecil yang masih bersama Teater Satu, belum semuanya sempat menulis. Para aktor yang masih bersama Teater Satu ini pun, beberapa di antaranya mereka terpaksa belum bisa aktif kembali, lantaran pindah ke kota lain untuk bekerja atau berkeluarga. Namun, tulisan mereka dimuat dalam buku jilid pertama ini-- meski belum komprehensif. Mudah-mudahan akan segera menyusul buku kedua, ketiga, dan seterusnya, sehingga pembaca bisa menikmati tulisan mereka dalam versi yang lebih spesifik, juga dari aktor Teater Satu lainnya yang belum termuat.

Rabu, 17 Februari 2016

Balada Kutukan dari Lampung Tempo Doeloe

Oleh Endri Kalianda


Mencari Jejak Masa Lalu Lampung: Lampung Tumbai 2014. Frieda Amran. Bandar Lampng: Pustaka LaBRAK, 2016. xx + 208 hlm.
Masih lebih lamakah kami kau tindas?
Karena uang hatimu telah menjadi kebal,
tuli terhadap tuntutan kedadilan dan akal,
menantang hati lembut bergelora kekerasan.

BAIT pertama pada sajak Balada Kutukan yang berjudul Hari Terakhir Orang Belanda di Pulau Jawa itu terjemahan Chairil Anwar dan dimuat dalam buku HB. Jassin.

Sajak yang menjadi penanda, ada seorang penjajah yang mengakui, darahnya mendidih dan memberontak karena menyaksikan penderitaan rakyat yang disaksikan, ditindas oleh bangsanya.