Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Buku kumpulan cerita buntak (cerpen berbahasa Lampung) berjudul "Tumi Mit Kota" karya Udo Z Karzi dan Elly Dharmawanti akan diluncurkan dan didiskusikan di SMA Negeri 2 Liwa Kabupaten Lampung Barat.
Buku Cerpen berbahasa Lampung "Tumi Mit Kota" karya Udo Z Karzi dan Elly Dharmawanti yang segera diluncurkan di Liwa, Lampung Barat. (Foto: ANTARA LAMPUNG/Dok. Ist) |
"Buku kumpulan cerita buntak `Tumi Mit Kota` ini memang perlu diapresiasi karena selain menggunakan bahasa Lampung, isinya banyak mengambil latar daerah Lampung Barat dan Pesisir Barat," ujarnya pula.
Sedangkan Elly Dharmawanti, salah satu penulis buku ini menyatakan kegembiraannya atas sambutan siswa-siswi di Liwa.
Acara pada Kamis (19/12) ini terselenggara atas kerja sama dengan berbagai pihak, antara lain Kepala SMAN 2 Liwa, Pembina OSIS Trino Wijaya, Ketua OSIS Dian Yusuf, dan Duta Suhanda dari Radio Mahameru, Liwa.
Kumpulan cerbun `Tumi Mit Kota` yang diterbitkan Pustaka Labrak, Bandarlampung berisikan 13 cerpen Elly Dharmawanti dan Udo Z Karzi.
Judul buku ini diambil dari judul cerpen bertitel sama dari Udo Z Karzi.
Menurut Udo yang nama aslinya Zulkarnain Zubairi, redaktur Harian Umum Lampung Post, judul itu diambil karena paling tidak cerpen ini menggambarkan kondisi kontemporer masyarakat Lampung terkait dengan orientasi hidup, pergeseran tatanan sosiobudaya, dan kecenderungan urbanisasi di antara warga Lampung.
Alasan lainnya, ujarnya, ada proses inkulturasi dalam diri Tumi (Tuminingsih), yang namanya dekat dengan kultur Jawa dan memang beretnis Jawa, tetapi sudah menjadi gadis Lampung benar.
"Inilah yang seharusnya terjadi, alih-alih marginalisasi bahasa-budaya Lampung di rumahnya sendiri," kata Udo pula.
Alasan ketiga, katanya lagi, membaca-baca sejarah, rupanya Buay Tumi atau Suku Tumi adalah nenek moyang orang Lampung.
Keempat dan seterusnya, ujarnya pula, "Cerpen ini bagus. Kisah-kisah dalam buku ini membaurkan suasana laut dan pegunungan, sesekali kondisi kehidupan urban; juga ketegangan antara masa lalu dan kekinian."
Dengan setting budaya yang khas, kedua cerpenis menuturkan ulun Lampung berikut filosofi hidup mereka dan kepiawaian mereka mengatasi problema kehidupan.
Dibandingkan dengan sastra Sunda, Jawa, dan Bali, Udo mengakui, perkembangan sastra Lampung memang kalah jauh.
"Betapa langkanya buku bacaan berbahasa Lampung. Padahal ini penting bagi pelestarian, pemberdayaan, dan pengembangan bahasa dan sastra Lampung," ujarnya lagi.
Seharusnya, ujar dia, setiap tahun ada buku berbahasa Lampung terbit, walau satu-dua judul.
Apalagi sastra Lampung pernah mendaparkan Hadiah Sastra Rancage pada 2008 dan 2010. Sudah lama tidak terbit buku sastra berbahasa Lampung.
Terakhir, tahun 2011, terbit dua novel "Radin Inten II" karya Rudi Suhaimi Kalianda (diterbitkan BE Press), dan karya klasik "Warahan Radin Jambat" suntingan Iwan Nurdaya-Djafar dan redaktur ahli Hilman Hadikusuma (diterbitkan Pustaka LaBRAK).
Karena itu, terbitnya kembali buku sastra Lampung ini patut kita sambut dengan gembira, ujar Udo Z Karzi pula. n
Sumber: Antara, Kamis, 12 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar