Kamis, 12 Agustus 2010

Anggota DPR Daerah Pemilihan Lampung Rilis Buku

ANGGOTA Komisi V DPR daerah pemilihan Lampung Abdul Hakim, merilis buku tentang pemikiran dan upayanya dalam menjalankan amanat konstituen, berjudul "Amanat Telah Saya Sampaikan".

PELUNCURAN BUKU. Abdul Hakim (kiri) sedang menyampaikan testimoni
dalam peluncuran buku karyanya, Amanat Telah Saya Sampaikan di Bukit
Randu, Kamis (12/8). Tampil sebagai pembahas, dosen FISIP Unila
Syarief Makhya (kanan) dengan moderator sastrawan Y. Wibowo (tengah).
"Buku ini saya buat sebagai bentuk penyampaian tanggung jawab saya kepada publik mengenai apa yang sudah, sedang, dan akan dilakukan sebagai wakil rakyat saat ini," kata dia, di Bandarlampung, Kamis.

Menurut dia, buku setebal 148 halaman itu merupakan kumpulan bentuk pemikiran terhadap konstituennya yang "terserak" dan cukup berarti jika disatukan dalam sebentuk buku.

Sebagai seorang anggota dewan, kata dia, dirinya dituntut untuk terus berbicara tanpa melupakan rasionalitas yang berdasarkan fakta dan data, sebab apa yang keluar dari mulut seorang anggota dewan adalah representasi dari aspirasi rakyat yang diwakilinya.

"Bisa dikatakan, buku itu mencatat semua aspirasi rakyat yang saya wakili dan apa yang saya lakukan dalam mengemban aspirasi tersebut," kata dia.

Hampir keseluruhan isi buku yang diterbitkan oleh Pustaka Labrak dan BE Press tersebut ditulis langsung oleh Hakim sendiri, dengan bantuan sastrawan Lampung Udo Z Karzi dan Yunita Savitri sebagai editor.

Sementara itu, Udo Z. Karzi mengatakan, buku tersebut bisa merupakan sebagai bentuk komunikasi nonverbal dari seorang wakil rakyat kepada masyarakat atau konstituennya.

"Kalau ada pertanyaan apa saja yang telah dilakukan selama duduk di kursi DPR, sedikit banyak dari buku ini penulis telah menjelaskan," kata dia.

Udo melanjutkan, buku tersebut berbicara tentang rangkaian pemikiran Abdul Hakim terkait dengan posisinya di Komisi V DPR.

Komisi itu mempunyai ruang lingkup perhubungan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan perdesaan dan kawasan tertinggal, serta meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

"Bisa dibilang, masyarakat mendapatkan semacam 'laporan pertanggungjawaban' atas amanat yang mereka titipkan kepada Hakim," kata Udo.

Abdul Hakim adalah tokoh yang dianggap Udo sudah banyak menginspirasi di Lampung.

Jauh sebelum menjejakkan kaki di Senayan, Abdul Hakim sudah memulai langkah kecilnya membangun moralitas kaum muda di Lampung.

Lelaki kelahiran desa Palanyar, Pandeglang, 9 September 1963 ini aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan saat masih berkuliah di Universitas Lampung pada tahun 1980-an.

Impiannya untuk membangun moralitas kaum muda diwujudkan lewat dakwah dan memberikan pendidikan agama kepada mahasiswa.

Ia adalah pendiri pondok pesantren mahasiswa Darul Hikmah Lampung, yang banyak melahirkan mahasiswa-mahasiswa berprestasi, dengan kemampuan akhlak yang bisa dipertanggungjawabkan.

Karir perpolitikannya diawali pada 1999, dengan terpilih sebagai anggota DPRD Lampung dan mengetuai Komisi E DPRD Lampung yang membidangi Pendidikan, Sosial, Agama, dan Kepemudaan.

Dalam Pemilu 2004, anak ketiga dari Mukhtasar dan Atiyah ini berhasil menembus ketatnya persaingan menuju Senayan dan menjadi Ketua Forum 21 yang menjadi wadah anggota DPR dan DPD asal Lampung.

Pada pemilu 2009, untuk kedua kalinya, Hakim terpilih kembali sebagai anggota DPR mewakili Dapil Lampung II untuk periode 2009-2014.

Sumber: Antara, Kamis, 12 Agustus 2010

Buku Karya Abdul Hakim Diluncurkan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Buku Amanat Telah Saya Sampaikan karya Anggota Komisi V DPR asal Lampung Abdul Hakim diluncurkan hari ini, Kamis (12-8).

Peluncuran buku tersebut akan diselenggarakan di Bukit Randu, pukul 16.00, yang kemudian diteruskan dengan buka puasa bersama.

Menurut Abdul Hakim, buku setebal 148 halaman tersebut dibuatnya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik mengenai apa yang telah, sedang, dan akan dikatakan dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam situasi formal maupun tidak formal.

Sebagai seorang anggota Dewan, kata Abdul, dirinya dituntut untuk terus berbicara tanpa melupakan rasionalitas yang berdasarkan fakta dan data. Sebab, apa yang keluar dari mulut seorang anggota Dewan adalah representasi dari aspirasi rakyat yang diwakilinya.

"Apa yang telah saya lontarkan dalam berbagai kesempatan dalam bentuk pemikiran yang terserak itu kan cukup berarti jika disatukan dalam sebentuk buku," kata Abdul Hakim mengenai karyanya yang diterbitkan atas kerja sama Pustaka Labrak dan BE Press tersebut.

Sementara itu, penerbit sekaligus editor Udo Z. Karzi mengatakan buku Amanat Telah Saya Sampaikan tersebut bisa merupakan sebentuk komunikasi dari seorang wakil rakyat kepada masyarakat (konstituen)-nya.

"Kalau ada pertanyaan apa saja yang telah dilakukan selama duduk di kursi DPR, sedikit banyak dari buku ini penulis telah menjelaskan," kata dia.

Buku ini berbicara tentang rangkaian pemikiran Abdul Hakim terkait dengan posisinya di Komisi V DPR. Komisi ini mempunyai ruang lingkup Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Perdesaan dan Kawasan Tertinggal, serta Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (MG13/K-1)

Sumber: Lampung Post, Kamis, 12 Agustus 2010

Minggu, 06 Juni 2010

Pers Mahasiswa Berperan Penting Bagi Pers Nasional

TEMU ALUMNI TEKNOKRA. Dari kiri ke kanan: Hersubeno Arief, Mohamad Ridwan, Ari Beni Santoso, Budisantoso Budiman, dan Malatisnoh.
Jakarta, (ANTARA) - Pers mahasiswa memiliki kontribusi penting bagi penyediaan sumber daya manusia dengan kualitas memadai untuk industri pers nasional.

Demikian salah satu pemikiran yang mencuat dalam temu alumni Surat Kabar Mahasisa (SKM) Teknokra Universitas Lampung (Unila) di Jakarta, Sabtu (5/6/2010) malam.

Selain karena kegigihan dari mahasiswa untuk mempertahankan eksistensi penerbitannya, pers mahasiswa--terutama Teknokra--tetap bisa bertahan di usia 33 tahun karena peran pimpinan perguruan tinggi tersebut. SKM Teknokra adalah satu dari sebagian kecil pers mahasiswa yang bisa bertahan, meskipun pemerintah berganti.

Temu alumni juga diisi dengan bedah buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa. Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk membentuk kepengurusan alumni.

Persatuan alumni itu tidak hanya sebagai sebuah forum informal untuk kegiatan yang bersifat sosial atau silaturahmi, tetapi di masa mendatang juga berpeluang untuk mendirikan badan usaha.

Hadir dalam pertemuan ini puluhan alumni SKM Teknokra yang tersebar di berbagai media masaa Ibukota, antara lain, Machsus Thamrin Hidayat (Anteve), M Ridwan (Seputar Indonesia), Budisantoso Budiman (Kepala Biro ANTARA Palembang), Syahran W Lubis (Bisnis Indonesia), Anton Bachtiar Rifai (SCTV) serta Riza Harahap (ANTARA Jakarta).

Machsus Thamrin mengemukakan, tempaan pengalaman mengelola surat kabar di kampus menjadi modal penting bagi aktivis surat kabar mahasiswa untuk lebih mudah memperoleh kesempatan bekerja setelah menempuh pendidikan tinggi.

Dia mengatakan, untuk menjadi wartawan (apalagi di zaman sekarang), tidak mutlak berlatar belakang pendidikan atau pengalaman jurnalistik. Namun alumni perguruan tinggi yang memiliki pengalaman mengolla surat kabar di kampus, tentu lebih siap mengisi peluang pekerjaan di bdiang pers.

Dengan dasar pengalaman yang dimiliki, perekrutan terhadap alumni surat kabar kampus, akan lebih efisien karena dengan pemahaman dan pengetahuan serta pengalamannya, maka pelatihan untuk menghadapi pekerjaan yang sesungguhnya di dunia industri pers nasional, dapat lebih efisien.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua alumni pers mahasiswa meneruskan kiprahnya di industri pers. Alumni dihadapkan pada pilihan-pilihan peluang atau minat pekerjaan.

Itulah sebabnya, kata mantan Pemimpin Redaksi SKM Teknokra Hersubeno Arief, alumni penerbitan kampus tersebut kemudian tersebar di berbagai bidang usaha.

Hersubeno, misalnya, semula bekerja di Majalah Editor (yang dibredel Orde Baru bersama Majalah Tempo dan Tabloid Detik), kemudian di Metrotv dan kini mendirikan konsultan media "Alta Communication".

Banyak tokoh yang berlatar belakang aktivis pers mahasiswa dan beberapa orang yang berjasa mengembangkan dan mempertahankan eksistensi pers mahasiswa di era paling sulit (di zaman Orde Baru), antara lain, Agusman Effendy (Sekjen Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia dan anggota DPR RI dua periode), Eddy Rifai (mantan Pemimpin Umum SKM Teknokra) dan Rektor Unila Muhajir Utomo.

Sumber: Antara, Minggu, 6 Juni 2010

Minggu, 18 April 2010

Barisan Pena Mahasiswa

Judul : Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa
Editor : Budisantoso Budiman dan Udo Z. Karzi
Penerbit : Teknokra, 2010
Tebal : xvii + 325 hlm

PERS mahasiswa banyak memberikan sumbangan dalam perjalanan bangsa ini. Termasuk sumbangsih mempersiapkan sumber daya manusia bagi dunia pers Indonesia.

Tapi, mencari buku tentang sejarah pers Indonesia, sungguh sulit. Karena tak banyak buku yang mengulasnya.

Dalam perpustakaan Indonesia, hanya ada beberapa buku tentang pers mahasiswa. Di antaraya adalah buku yang ditulis Amir Effendi Siregar mantan aktivis pers mahasiswa: Pers Mahasiswa Indonesia: Patah Tumbuh HilangI, terbit 1983.

Buku ini menjadi referensi wajib setiap aktivis pers mahasiswa di negeri ini. Sepertinya belum sah mengaku menjadi aktivis pers mahasiswa kalau belum membaca buku ini.

Buku lainnya, Politik dan Ideologi Mahasiswa, ditulis Francois Raillon. Buku yang diterbitkan LP3ES pada 1985 menyinggung pers mahasiswa, Mahasiswa INdonesia, dalam satu bab.

Masih ada dua buku lagi yang ditulis mantan aktivis pers mahasiswa dari Universitas Gajah Mada (UGM), Ana Nadya Abrar, pada 1992. Judulnya Pers Mahasiswa: Permasalahan dan Operasionalisasinya.

Serta buku berjudul Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK, pada 1998, yang ditulis Didik Supriyanto, mantan pemred Balairung.

Setelah itu nyaris tak ada lagi buku tentang pers mahasiswa yang terbit dan beredar luas di toko buku seluruh Indonesia. Setelah lama vakum, pada Maret 2010 terbit lagi sebuah buku pers mahasiswa. Judulnya Majalah Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa.

Buku ini diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa Teknokra, Universitas Lampung (Unila). Isinya merupakan bagian dari catatan perjalanan selama 33 tahun Teknokra.

Buku ini tidak hanya mengupas romantisme mahasiswa yang mengusung idealisme sebagai senjata utama aktivis mahasiswa. Dalam buku ini terungkap bagaimana masalah klasik yang dihadapi pers mahasiswa; masalah manajemen, termasuk masalah pendanaan, dan masalah kaderisasi. Buku ini mengajarkan bagaimana sebuah pers atau penerbitan mahasiswa tidak harus mati karena terjadi regenerasi di dalam tubuhnya.

maspril aries

Sumber: Republika, Minggu, 18 April 2010

Senin, 05 April 2010

Menulis Selamatkan Peradaban

PELUNCURAN BUKU. Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat (kanan) sedang berbicara dalam peluncuran buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa di Gazebo Beringin Unila, Minggu (4-4). Tampil juga sebagai narasumber Kepala Biro LKBN Antara Sumsel Budisantoso Budiman dan koordinator penulis Yudi Nopriansyah dengan moderator Rio Nugraha Prasetya. (LAMPUNG POST/M. REZA)
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Menulis bisa menyelamatkan peradaban manusia. Baik tulisan di pers atau media massa maupun buku menjadi dokumentasi perjalanan sejarah perkembangan sistem sosial.

Hal itu dikatakan Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat saat menjadi pembahas pada peluncuran buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa di Gazebo Beringin Universitas Lampung (Unila), Minggu (4-4).

Selain Djadjat, narasumber lain adalah alumnus Teknokra yang juga Kepala Biro Antara Sumatera Selatan Budisantoso Budiman dan koordinator penulis buku Yudi Nopriansyah dengan moderator Rio Nugraha Prasetya.

"Dengan menulis, bisa menceritakan peristiwa yang bisa diambil nilai-nilai kebaikan untuk kehidupan manusia pada generasi selanjutnya," kata Djadjat dalam acara yang sekaligus menjadi ajang reuni dan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-33 Teknokra ini.

Unila harus merasa beruntung mempunyai pers mahasiswa Teknokra yang bisa menyelamatkan peradaban kampus. Terutama kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual yang juga menjadi gudang ilmu bagi generasi kini dan mendatang.

"Rektorat bisa dianalogikan sebagai sebuah pemerintahan yang perlu dikritisi dan diberi masukan. Teknokra sebagai elemen pers harus menjalankan fungsi kontrol sosial," kata dia.

Djadjat Sudrajat sangat mengapresiasi penerbitan buku yang dieditori alumni Teknokra Budisantoso Budiman dan Udo Z. Karzi. Menurut dia, setelah diluncurkan, buku sudah menjadi milik publik atau masyarakat. Sementara itu, penulis tidak bisa memberi penjelasan mengenai kesulitan dan kekurangan yang dialaminya dalam pembuatan buku itu. "Memang, menerbitkan sebuah buku bukanlah hal yang mudah," ujarnya.

Sederhana dan Menyentuh

Djadjat menilai tulisan dalam buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa disampaikan secara sederhana, ringan, dan menyentuh. Isi buku yang bercerita tentang manusia selalu menarik untuk dibaca. Apalagi, sudut pandang tulisan yang berbeda-beda di buku itu kuat dan menarik dibaca.

"Cerita-cerita di dalam buku ini merupakan cerita yang luar biasa. Ada cerita manusia yang harus survive dengan segala keterbatasannya," kata dia.

Djadjat juga menyampaikan masukan terhadap kekurangan buku itu. Salah satu kekurangannya karena tidak adanya foto atau gambar di buku itu. "Ada yang tidak bisa direfleksikan dengan kata-kata, hanya bisa melalui gambar," ujar Djadjat.

Selain itu, dia juga menyayangkan buku tersebut tidak mengulas pahlawan Teknokra, Saidatul Fitria, yang meninggal dalam tugasnya. Saidatul Fitria meninggal saat meliput bentrokan mahasiswa dengan aparat keamanan pada demonstrasi yang dikenal dengan Tragedi UBL Berdarah. "Sebaiknya untuk revisi ke depannya, buku ini dapat memasukkan indeks dan juga ada tulisan orang di luar Teknokra," kata dia.

Budisantoso Budiman mengatakan untuk revisi ke depan, ada beberapa tokoh Teknokra yang penting yang harus ikut menulis di buku ini, misalnya Eddy Rifai dan Asep Unik. Selain itu dalam revisi itu harus memperkuat logika sejarah didukung bukti dan saksi melalui catatan alumni. "Penerbitan buku itu membuktikan Teknokra selama 33 masih eksis," kata Budisantoso. (MG17/U-3)


Sumber: Lampung Post, Senin, 5 April 2010