Minggu, 18 April 2010

Barisan Pena Mahasiswa

Judul : Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa
Editor : Budisantoso Budiman dan Udo Z. Karzi
Penerbit : Teknokra, 2010
Tebal : xvii + 325 hlm

PERS mahasiswa banyak memberikan sumbangan dalam perjalanan bangsa ini. Termasuk sumbangsih mempersiapkan sumber daya manusia bagi dunia pers Indonesia.

Tapi, mencari buku tentang sejarah pers Indonesia, sungguh sulit. Karena tak banyak buku yang mengulasnya.

Dalam perpustakaan Indonesia, hanya ada beberapa buku tentang pers mahasiswa. Di antaraya adalah buku yang ditulis Amir Effendi Siregar mantan aktivis pers mahasiswa: Pers Mahasiswa Indonesia: Patah Tumbuh HilangI, terbit 1983.

Buku ini menjadi referensi wajib setiap aktivis pers mahasiswa di negeri ini. Sepertinya belum sah mengaku menjadi aktivis pers mahasiswa kalau belum membaca buku ini.

Buku lainnya, Politik dan Ideologi Mahasiswa, ditulis Francois Raillon. Buku yang diterbitkan LP3ES pada 1985 menyinggung pers mahasiswa, Mahasiswa INdonesia, dalam satu bab.

Masih ada dua buku lagi yang ditulis mantan aktivis pers mahasiswa dari Universitas Gajah Mada (UGM), Ana Nadya Abrar, pada 1992. Judulnya Pers Mahasiswa: Permasalahan dan Operasionalisasinya.

Serta buku berjudul Perlawanan Pers Mahasiswa Protes Sepanjang NKK/BKK, pada 1998, yang ditulis Didik Supriyanto, mantan pemred Balairung.

Setelah itu nyaris tak ada lagi buku tentang pers mahasiswa yang terbit dan beredar luas di toko buku seluruh Indonesia. Setelah lama vakum, pada Maret 2010 terbit lagi sebuah buku pers mahasiswa. Judulnya Majalah Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa.

Buku ini diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa Teknokra, Universitas Lampung (Unila). Isinya merupakan bagian dari catatan perjalanan selama 33 tahun Teknokra.

Buku ini tidak hanya mengupas romantisme mahasiswa yang mengusung idealisme sebagai senjata utama aktivis mahasiswa. Dalam buku ini terungkap bagaimana masalah klasik yang dihadapi pers mahasiswa; masalah manajemen, termasuk masalah pendanaan, dan masalah kaderisasi. Buku ini mengajarkan bagaimana sebuah pers atau penerbitan mahasiswa tidak harus mati karena terjadi regenerasi di dalam tubuhnya.

maspril aries

Sumber: Republika, Minggu, 18 April 2010

Senin, 05 April 2010

Menulis Selamatkan Peradaban

PELUNCURAN BUKU. Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat (kanan) sedang berbicara dalam peluncuran buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa di Gazebo Beringin Unila, Minggu (4-4). Tampil juga sebagai narasumber Kepala Biro LKBN Antara Sumsel Budisantoso Budiman dan koordinator penulis Yudi Nopriansyah dengan moderator Rio Nugraha Prasetya. (LAMPUNG POST/M. REZA)
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Menulis bisa menyelamatkan peradaban manusia. Baik tulisan di pers atau media massa maupun buku menjadi dokumentasi perjalanan sejarah perkembangan sistem sosial.

Hal itu dikatakan Wakil Pemimpin Umum Lampung Post Djadjat Sudradjat saat menjadi pembahas pada peluncuran buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa di Gazebo Beringin Universitas Lampung (Unila), Minggu (4-4).

Selain Djadjat, narasumber lain adalah alumnus Teknokra yang juga Kepala Biro Antara Sumatera Selatan Budisantoso Budiman dan koordinator penulis buku Yudi Nopriansyah dengan moderator Rio Nugraha Prasetya.

"Dengan menulis, bisa menceritakan peristiwa yang bisa diambil nilai-nilai kebaikan untuk kehidupan manusia pada generasi selanjutnya," kata Djadjat dalam acara yang sekaligus menjadi ajang reuni dan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-33 Teknokra ini.

Unila harus merasa beruntung mempunyai pers mahasiswa Teknokra yang bisa menyelamatkan peradaban kampus. Terutama kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual yang juga menjadi gudang ilmu bagi generasi kini dan mendatang.

"Rektorat bisa dianalogikan sebagai sebuah pemerintahan yang perlu dikritisi dan diberi masukan. Teknokra sebagai elemen pers harus menjalankan fungsi kontrol sosial," kata dia.

Djadjat Sudrajat sangat mengapresiasi penerbitan buku yang dieditori alumni Teknokra Budisantoso Budiman dan Udo Z. Karzi. Menurut dia, setelah diluncurkan, buku sudah menjadi milik publik atau masyarakat. Sementara itu, penulis tidak bisa memberi penjelasan mengenai kesulitan dan kekurangan yang dialaminya dalam pembuatan buku itu. "Memang, menerbitkan sebuah buku bukanlah hal yang mudah," ujarnya.

Sederhana dan Menyentuh

Djadjat menilai tulisan dalam buku Teknokra, Jejak Langkah Pers Mahasiswa disampaikan secara sederhana, ringan, dan menyentuh. Isi buku yang bercerita tentang manusia selalu menarik untuk dibaca. Apalagi, sudut pandang tulisan yang berbeda-beda di buku itu kuat dan menarik dibaca.

"Cerita-cerita di dalam buku ini merupakan cerita yang luar biasa. Ada cerita manusia yang harus survive dengan segala keterbatasannya," kata dia.

Djadjat juga menyampaikan masukan terhadap kekurangan buku itu. Salah satu kekurangannya karena tidak adanya foto atau gambar di buku itu. "Ada yang tidak bisa direfleksikan dengan kata-kata, hanya bisa melalui gambar," ujar Djadjat.

Selain itu, dia juga menyayangkan buku tersebut tidak mengulas pahlawan Teknokra, Saidatul Fitria, yang meninggal dalam tugasnya. Saidatul Fitria meninggal saat meliput bentrokan mahasiswa dengan aparat keamanan pada demonstrasi yang dikenal dengan Tragedi UBL Berdarah. "Sebaiknya untuk revisi ke depannya, buku ini dapat memasukkan indeks dan juga ada tulisan orang di luar Teknokra," kata dia.

Budisantoso Budiman mengatakan untuk revisi ke depan, ada beberapa tokoh Teknokra yang penting yang harus ikut menulis di buku ini, misalnya Eddy Rifai dan Asep Unik. Selain itu dalam revisi itu harus memperkuat logika sejarah didukung bukti dan saksi melalui catatan alumni. "Penerbitan buku itu membuktikan Teknokra selama 33 masih eksis," kata Budisantoso. (MG17/U-3)


Sumber: Lampung Post, Senin, 5 April 2010