Jumat, 08 Januari 2016

Dua Buku Kental Warna Lokal Lampung Terbit

Putri Al-shira Diana membaca Kumcer Batu Serampok karya Tita Tjindarbumi.
BANDARLAMPUNG – Dua buku yang kental nuansa lokal Lampung segera hadir. Pustaka Labrak, sebuah penerbit di Lampung yang banyak mengangkat khazanah budaya Lampung meluncurkan dua buku, yaitu Batu Serampok dan edisi kedua Mencari Jejak Masa Lalu Lampung, Lampung Tumbai 2014.

Direktur Pustaka Labrak Udo Z Karzi mengatakan, Batu Serampok adalah kumpulan cerpen Tita Tjindarbumi, penulis asal Lampung yang kini tinggal di Surabaya. Sedangkan Mencari Jejak Masa Lalu Lampung merupakan sehimpun artikel Frieda Amran yang dimuat di rubrik Lampung Tumbai, Lampung Post Minggu tahun 2014.

Buku Mencari Jejak Masa Lalu Lampung: Lampung Tumbai 2014
karya Frieda Amran (Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung, 2016).
“Kedua buku ini bisa menjadi bacaan penyejuk hati di tengah sumpeknya perpolitikan pasca-Pilkada dan gonjang-ganjing isu ekonomi yang tetap mengkhawatirkan. Bagi yang ingin memahami sedikit mengenai manusia dan budaya Lampung, kedua buku ini wajib dibaca,” kata Udo.

Penulis Batu Serampok, Tita Tjindarbumi menyatakan kegembiraannya dengan terbitnya buku kumpulan cerpen perdananya ini. “Dengan kumpulan cerpen ini, saya merasa kembali ke dunia saya. Ini yang membuat hati saya bersorak gembira. Menulis cerpen bagi saya adalah rekreasi. Bertualang dari tokoh ke tokoh. Membayangkan setting lokasi yang indah dan tentu punya banyak cerita,” ujarnya.

Tita mengaku kehadiran buku ini seperti simbol pulang kampung baginya. “Seperti kata Udo (Udo Z Karzi) beberapa tahun lalu, jika penulisnya belum bisa pulang kampung, setidaknya karyanya pulang kampung. Dan, cerpen-cerpen di buku ini semua telah dimuat di Lampung Post dan Fajar Sumatera, yang terbit di Bandarlampung,” ucapnya lagi.

Mengomentari buku kumpulan cerpen ini, paus sastra Lampung Isbedy Stiawan ZS mengatakan,  TitaTjindarbumi bukan  nama asing dalam percaturan cerpen di Indonesia, "jebolan" Anita Cemerlang ini sampai sekarang masih setia dengan dunia "mimpi"-nya.

“Bagi perempuan cerpenis asal Lampung dan menetap di Surabaya ini, pulang adalah kunci bagi menghimpun kenangan-kenangan (dan kerinduan) yang pernah tercecer semasa kanak-kanak. Di dalam kumpulan cerpennya ini, terkuak hal-hal yang saya terangkan itu, seperti cerpen yang memimpin cerita-cerita lainnya; Batu Serampok,” kata Isbedy. 

Sebagai perempuan, kata Isbedy, Tita juga mengedepankan ihwal gender. Sejumlah cerita yang membicarakan lelaki terhimpun di sini, di samping dunia keperempuanan itu sendiri. “Tentu sangat menarik, dan patut dibaca dan dihargai. Inilah perempuan cerpenis semasa remaja di Jalan Raden Intan Gang Tjindarbumi, Bandar Lampung.“

Lampung Tumbai

Sedangkan Frieda Amran mengatakan buku Mencari Jejak Masa Lalu Lampung yang ditulisnya merupakan kumpulan artikel yang diterbitkan di dalam rubrik ‘Lampung Tumbai’ di harian Lampung Post selama tahun 2014. “Artikel-artikel itu ditulis berdasarkan tulisan-tulisan para ilmuwan, pegawai pemerintahan Hindia-Belanda dan penjelajah Inggris dan Belanda di abad ke-19 mengenai Lampung. Sebagian besar artikel itu ditulis dalam bahasa Belanda kuno. Hanya satu artikel (dari tangan Kapt. Jackson) yang ditulis dalam bahasa Inggris,” kata dia.

Ia menegaskan artikel-artikel ‘Lampung Tumbai’ bukanlah merupakan terjemahan.  Struktur kalimat dan gaya tulis bahasa Belanda kuno teramat panjang dan berbelit-belit. Untuk pembaca awam di masa kini, struktur dan gaya bahasa demikian  akan sangat membosankan. Karena itu ia menulis ulang sumber-sumber tulisan itu dengan gaya penuturannya sendiri.

Peneliti di Pusat Penelitian Sumberdaya Regional, LIPI Erwiza Erman dalam pengantarnya di buku ini mengatakan, buku Mencari Jejak Masa Lalu Lampung cukup penting secara keilmuan bagi orang Lampung dan para peminat sejarah.

Persoalan bahasa menjadi kendala utama yang mematahkan semangat mahasiswa dan peneliti untuk tidak menggunakan pendekatan sejarah yang memanfaatkan sumber-sumber tertulis berbahasa Belanda. “Ini ide cemerlang seorang antropolog yang menyejarah, Frieda Amran. Sebagai seorang yang pernah menjadi mahasiswa Pascasarjana Jurusan Antropologi di Universitas Leiden, pernah menggunakan pendekatan sejarah untuk objek studinya di bidang Antropologi dan tinggal di negeri Belanda, ia memahami  betul keterbatasan-keterbatasan tersebut,” ujar Erwiza.

Menurut sejarawan ini, sumber-sumber tertulis tentang Lampung begitu kaya dan tampaknya belum diolah dengan baik. “Misalnya saja informasi mengenai mitos dan asal-usul nama Lampung dan orang Lampung. Sumber-sumber informasi untuk satu tema ini saja dapat membangkitkan pertanyaan-pertanyaan kritis tidak saja tentang asal-usul dan mitosnya, tetapi juga mengenai sejarah pembentukan marga, suku, kampung dan persebarannya  dalam pola geografi yang berbeda, di pedalaman dan di pantai.”

Pertanyaan-pertanyaan lanjut, kata dia, misalnya tentang sejarah pembentukan kampung, sejarah demografi Lampung, termasuk pola migrasi dari satu periode ke periode lain. Lampung adalah wilayah transmigran Jawa yang telah dirancang Belanda pada awal abad ke-20.  

Sumber: Fajar Sumatera, Jumat, 8 Januari 2016 22



1 komentar:

  1. Selamat Siang,
    saya berniat sekali memiliki buku ini. bagaimana cara mendapatkannya. mohon info. terima kasih.

    BalasHapus