Judul: Lampungisme: Sosiokultur, Alam, dan Infrastruktur Bumi Ruwa Jurai
Penulis: Karina Lin
Penerbit: Pustaka LaBRAK, Bandar Lampung
Cetak: I, Oktober 2017
ISBN: 978-602-74519-4-0
tebal: xviii + 150 hlm
Lampung Karina Lin jelajahi melalui 26 tulisan. Isinya beragam sisi dan lini. Yang tampak remeh dalam keseharian kita jadi penuh makna karena perspektif kesejarahan yang kuat. Dia juga mampu menjadikan sesuatu yang sebenarnya serius dan njelimet menjadi ringan dan mudah dipahami oleh orang awam bahkan terkesan lucu.
Tak salah mengatakan Karin lebih dari sekadar seorang pengamat, kritikus. Ia mencintai Lampung sepenuh hati. Melalui tulisan-tulisannya ia mengharapkan kemajuan Lampung. Bersamaan, ia menunjukkan semangat. Saya tahu Karin sakit lupus. Akan tetapi kondisi itu tak menyurutkan asanya. Bersyukurlah Lampung memiliki seorang Karin. Buku yang pantas dibaca segala kalangan.
Heri Wardoyo, Wakil Bupati Tulangbawang
Hidup seringkali tidak mudah. Ia tidak melulu jalinan kisah indah bak pelangi seusai hujan. Setiap orang punya air mata sendiri dalam hidupnya. Karina Lin, mengajarkan kepada kita bahwa terjalnya hidup tak mesti diratapi. Ia menunjukkan bagaimana berjuang, bertahan dalam lakon hidup yang demikian sulit—bahkan tatkala el maut sempat begitu dekat.
Buku ini adalah bukti bahwa keajaiban itu ada. Keajaiban istimewa yang dihadiahkan Tuhan hanya untuk orang-orang istimewa. Mereka yang enggan menyerah, bangkit dan tegar meneruskan hidup karena memang hidup terlalu indah untuk diratapi.
JuwendraAsdiansyah, Pemimpin Redaksi Duajurai.co
Membaca buku ini, saya seolah-olah duduk di samping Karina Lin, mendengarkan suara ‘cerewet’-nya mengisahkan bagian-bagian dari Lampung yang pernah dia temui, pernah dia amati, pernah dia rasai. Bukan hanya berkisah. Sebab, seringkali yang muncul tidak hanya fakta, tetapi juga pertanyaan, kritik, protes, dan perlawanan. Pada beberapa tulisan, saya seperti terkena kibasan tangannya yang sedang menunjuk ke berbagai arah, sehingga saya tidak mungkin tidur saat mencermati suaranya, tulisannya. Agaknya, Lin memang sengaja menampar saya atau siapa pun agar sadar dan terus bergerak menjadikan Lampung sebagai tempat yang indah dan manusiawi dengan perkembangan sosial budaya yang signifikan dari masa ke masa.
Yuli Nugrahani, cerpenis dan penggiat JaringanPerempuanPadmarini
Karina Lin mempunyai kepedulian yang lebih terhadap sejarah dan budaya Lampung. Sebagai lulusan sejarah, ia memiliki modal cukup untuk mengkritisi soal kelampungan. Kritik yang tidak nyinyir, tapi konstruktif dan berisi solusi. Tulisan Karina seperti catatan harian dengan gaya bertutur aku yang runut dan popular.
PadliRamdan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung
Karin adalah salah satu odapus yang tangguh, optimis, mau selalu belajar. Walaupun ada keterbatasan karena sebagai odapus, tetap bisa bekerja sebagai wartawan atau penulis untuk kebaikan sesama. Kita berharap semoga Karin tetap terus berkarya dan bisa sebagai inspirator bagi kawan-kawan odapus yang lain. Odapus bukan merupakan hambatan untuk berbuat kebaikan untuk sesama, dan ini dibuktikan oleh seorang Karina Lin.
dr Sugiyono Somoastro, SpPd-KHOM, internis, konsultan darah, dokter Pemerhati Lupus/DPL
Membaca tulisan-tulisan dalam buku Mbak Karin (begitu saya biasa memanggilnya), membuat saya tercegang. Mengapa? Saya tahu Mbak Karin selama ini menulis. Ia pun pernah menyodori tulisannya (biasanya berupa link tulisan) kepada saya. Tulisan yang diberitahukannya itu, rerata yang dimuat di surat kabar di Lampung dan menurut saya tulisannya itu menarik.
Namun setelah membaca isi buku saya jadi lebih tahu lagi. Isi tulisan dalam bukunya itu mengulik Lampung dari berbagai sisi. Akan tetapi dikemas dalam bahasa santai, ringan. Sehingga saya yakin siapa pun bisa memahaminya.
Bersamaan, membaca isi bukunya ini menjadikan saya semakin kagum pada dirinya. Cukup lama saya telah mengenalnya. Sedari awal kenal dirinya, memang telah terbit apresiasi saya kepadanya. Dia seorang perempuan super. Itulah kesan saya saat itu.
Ketika terbit kumpulan tulisannya ini menjadi sebuah buku, kesan itu tak berubah. Malah bertambah. Ia seorang perempuan yang tabah dan kuat. Meskipun ia memiliki penyakit lupus.
Bagi sebagian orang dihadapkan pada kondisi kesendirian dan sakit lupus (yang merupakan penyakit seumur hidup) mungkin sudah menyerah dan tidak peduli. Tapi Mbak Karin berbeda. Ia tak menyerah dan bagi saya itu sungguh istimewa.
Apa yang dilakukan oleh Mbak Karin, tanpa sadar merupakan sentilan bagi saya dan kita. Bahwa dalam kondisi yang tak sesuai harapannya pun, semangatnya tetap bergelora. Buku ini membuktikan keluasan hatinya menerima kondisi dan keluasan hatinya mencintai daerah kelahirannya.
Imelda Astari, sahabat, jurnalis Duajurai.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar