Minggu, 22 April 2018

Catatan dari Odapus untuk Lampung

Oleh Wandi Barboy


Buku ini pantas dibaca oleh siapa saja yang peduli dan cinta dengan Lampung.


Judul : Lampungisme: Sosiokultur, Alam, dan Infrastruktur Bumi Ruwa Jurai
Penulis : Karina Lin
Penerbit: Pustaka LaBRAK
Cetakan : Pertama, Oktober 2017
Tebal :  xviii + 150 halaman; 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-74519-4-0

PENULIS beretnis Tionghoa yang produktif mengisi di halaman opini harian ini, yang dikenal dengan nama Karina Lin, telah meluncurkan bukunya di depan publik tepatnya di Bukit Mega Raya, Jalan Perintis Kemerdekaan, Tanjunggading, Bandar Lampung, Minggu (8/4/2018).

Meski menyandang status sebagai orang dengan lupus atau odapus, hal itu tidak menyurutkan setitik niatnya untuk terus berkarya dan menerbitkan bukunya, khususnya untuk bumi dia berpijak, Lampung tercinta. Ya, Karina menuliskan Lampung dengan rasa cinta. Kadang dia kecewa dengan pemimpin daerah, ada kalanya prihatin, tetapi ada pula kebanggaannya.

Penyakit lupus sendiri dengan menyitir pendapat Guru Besar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Zubairi Djoerban, adalah salah satu penyakit autoimun kronis yang bisa menyerang berbagai organ tubuh, seperti kulit, persendian, darah, hingga ginjal, otak, dan organ dalam lainnya. Betapa beratnya menulis dalam kondisi tubuh yang tidak fit, tetapi perempuan bernama lengkap Karina Eka Dewi Salim itu melakoninya dengan sungguh-sungguh. Buku Lampungisme berisi 26 tulisannya yang tersebar di berbagai media dan sebagian besarnya dimuat harian umum Lampung Post dalam rentang 2013—2017.

Buku ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama bertajuk menyibak kultur ulun Lappung dan bagian kedua tentang budaya politik, infrastruktur, dan patologi sosial. Perempuan bernama mandarin Lin Li Na yang memiliki arti gadis secantik pohon willow itu menulis beragam isu, khususnya sejarah, humaniora, politik, sosial budaya, dan lainnya. Dalam sejumlah tulisannya Karina memang menaruh perhatian dengan sejarah. Hal itu tidaklah mengherankan sebab dia alumnus sejarah FKIP Unila.

Spesial

Karina juga mengungkapkan dari buku pertamanya ini ada dua tulisan yang sangat spesial dan keduanya dimuat di harian ini. Artikel pertama berjudul Saburai Menatap ke Depan dan kedua judulnya Saya, Lupus, dan Lampung. Untuk artikel pertama, Karina mengritik rencana Pemprov Lampung pada Maret 2017 yang menggelontorkan ide merenovasi GOR Saburai di Enggal. Yang menjadikan tulisan ini spesial, tulis Karin, artikel inilah yang dia tulis setelah rehat cukup lama di “hotel putih” (hlm. IX).

Tulisan kedua spesial karena merupakan pengalaman pribadinya. Dia mengritik minimnya fasilitas kesehatan di Lampung sehingga untuk menjalani pengobatannya Karina mesti ke luar Lampung.

Kepada penulis, dia bercerita juga ada tulisan yang dia buat dengan mengikuti instingnya saja. Dengan ketawa-ketiwi, istilah Karin. Misalnya, tulisan KM Datang, Begal Terguncang (Hlm. 97). Menurutnya, tulisan itu lahir saat insiden bom Sarinah dan kopi sianida sedang heboh-hebohnya. Kombes Khrisna Murti alias KM yang ketika itu menjabat sebagai direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya yang wajahnya rupawan dan sempat viral dimutasi menjadi wakil kepala Polda Lampung.

“Nah ingat soal gantengnya yang membuai itu. Terus soal Reskrim, soal begal di Lampung. Jadi nyambung-nyambung spontan gitu. Terus nyambung jadi tulisan,” kata Karina melalui percakapan WA, beberapa waktu lalu.

Begitu pula dengan Pilgub Lampung 2014. Dia spontan mengingat Siti Nurbaya, kisah yang penuh liku tetapi berakhir manis. Secara umum, buku ini pantas dibaca oleh siapa saja yang peduli dan cinta dengan Lampung. Perempuan yang juga berencana menerbitkan buku tentang dia dan penyakit lupus itu ingin berbagi segala hal untuk Lampung.

Kekurangan dari buku ini bagi saya adalah judulnya yang terlalu berat. Lampungisme yang dilanjutkan dengan penjelasan sosiokultur, alam, dan infrastruktur Bumi Ruwa Jurai. Ketika membaca Lampungisme, orang awam akan berpikir buku ini untuk kalangan tertentu. Padahal buku ini merupakan sumbangan pikiran Karina mengenai berbagai situasi-kondisi dan peristiwa yang terjadi di Lampung. []

Wandi Barboy, Wartawan Lampung Post.


Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 April 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar