Jumat, 07 Agustus 2015

Rumah Berwarna Kunyit'



Judul: Rumah Berwarna Kunyit': Polemik Kesenian, Kesenimanan, dan Lembaga Seni (di) Lampung
Editor: Udo Z. Karzi
Penerbit: Pustaka LaBRAK dan Aura Publishing, Bandar Lampung
Cetakan: I, Juli 2015
Tebal: x + 201 hlm
ISBN: 978-602-1297-9-1-9


Tentang geliat kesenian, kiprah seniman, dan peranan Dewan Kesenian Lampung, 42 tulisan dari 22 penulis dalam buku ini sangat lengkap menggambarkan semuanya. Buku ini terbagi dua bagian. Bagian Pertama Membangun Rumah Bersama Seniman memuat 24 tulisan berisi sejarah DKL, niat luhur pendirian, kritik, dan masukan untuk membangun institusi seni yang bisa mengayomi para seniman, menjadi katalisator, dan dinamisator kesenian di Lampung. Sedangkan Bagian Kedua Menghidupkan Kesenian dan Kesenimanan terdiri atas 16 tulisan yang menggagas segala segi kehidupan kesenian dan jiwa kesenimanan yang seharusnya melekat pada para pekerja seni.

Memang, seniman tak memimpikan istana, bukan pula bungalow yang nikmat sekadar disinggahi sesekali. Seniman hanya membutuhkan tempat di mana ia bisa berkonsentrasi memusatkan energi intuitifnya secara maksimal.... Tepatnya, DKL perlu membuat kalkulasi ulang atau meredesain secara komprehensif semua unsur dan komponen untuk mewujudkan sebuah rumah yang lebih nyaman dan kian mendekati idealnya bagi para seniman Lampung berkreasi.
~ Bambang Eka Wijaya, Pemimpin Umum Lampung Post


Yang membedakan produk rumah bercat kunyit adalah mahakarya yang muncul dengan kedewasaan dan kejujurannya, bukan produk adopsi dari apa yang dilihat di etalase toko-toko, karena anugerah otak kanan yang aktif tentu tidak kehilangan ide untuk membuat banyak hal yang baru, bermanfaat, memberi edukasi bagi umat dari penghuni rumah-rumah yang lain, bukan kumpul-kumpul arisan yang ibu pun sangat tidak suka dengan kebiasaan ini.
~ Dana E Rachmat, perupa

Sejatinya bukan puncak keberhasilan adalah segalanya, melainkan berproses dan berproses menjadi mutiara berharga. Hanya kita--para seniman--sering abai pada persoalan proses atau (ketekunan/disiplin) berlatih.
~ Isbedy Stiawan ZS, sastrawan

... di negara yang tiap hari riuh problem, yang "orang-orang besar"-nya piawai menunggangi bahasa (bahkan Tuhan) untuk retorika; wacana; jargon; dan pleidoi, saya percaya seniman di tiap daerah, khususnya Lampung, akan tetap setia berkarya. Merekalah yang akan merawat dan meruwat kesenian dengan perspektif dan caranya sendiri.
~ Arman AZ, sastrawan

... seni adalah sesuatu yang masih pantas kita jaga setidaknya sebagai ruang di mana hidup masih dapat kita refleksikan. Sebuah ruang, di mana nalar dan hati seharusnya mendapat tempat dan mahkotanya sendiri.
~ Iswadi Pratama, sutradara Teater Satu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar