BANDARLAMPUNG -- Tiga buku bernuansa khazanah sastra, budaya, dan sastra daerah Lampung diluncurkan. Editor salah satu penerbit yang menerbitkan buku tersebut, Udo Z Karzi, di Bandarlampung, Jumat, mengatakan, kehadiran tiga buku tersebut diharapkan dapat memperkaya wawasan generasi muda sekarang, terutama untuk mengenal sejarah, dan sastra klasik di Lampung.
Ketiga buku yang diterbitkan itu, dua buku diantaranya berbahasa Lampung, yaitu novel Radin Inten II karya Rudi Suhaimi Kalianda dan karya klasik Warahan Radin Jambat suntingan Iwan Nurdaya-Djafar dengan redaktur ahli, Hilman Hadikusuma. Satu buku lainnya yaitu Hikayat Nakhoda Muda, Memoar Sebuah Keluarga Melayu karya Lauddin.
Rudi Suhaimi Kalianda dalam novelnya Radin Inten II menceritakan kembali sejarah perjuangan pahlawan nasional dari bumi Lampung dengan penuturan berbahasa Lampung.
"Buku Radin Inten II terdiri dari enam pembabakan cerita, diawali dengan Sanak Ngura Sai Mebani, Jadi Kepala keratuan Darah Putih, Kalianda Berkobar, Pertempuran di Benteng Bendulu, Sampai Sepebelaan Rah, dan Gugorni Sang Pahlawan," kata sang penulis.
Sedangkan Hikayat Nahkoda Muda: Memoar Sebuah Keluarga Melayu merupakan karya sastra klasik berbahasa Melayu dalam huruf Jawi (Arab Melayu), ditulis oleh La Uddin jdkk.
Kisah petualangan tersebut merupakan karya klasik yang rampung pada 1202 Hijriyah atau 1778 Masehi. Naskah ini kemudian diterjemahkan William Marsden ke dalam bahasa Inggris dengan judul Memoirs of a Malayan Family, 1830. Lalu, diterjemahkan lagi ke bahasa Indonesia oleh Iwan Nurdaya-Djafar.
Sedangkan Warahan Radin Jambat merupakan manuskrip yang didapat Profesor Hilman Hadikusuma (alm) dari seorang peneliti asal Jepang Yoshie Yamazaki dari perguruan tinggi Tsuda College Jepang.
Naskah itu diperoleh semasa Yamazaki melakukan penelitian tentang transmigrasi di Lampung pada tahun 1984-1986. "Warahan Radin Jambat memiliki 703 bait, bentuknya reringget yang paling tua di Lampung. Dengan pola persajakan tetap dan terikat banyaknya brais dalam setiap bait. Reringget merupakan sastra lisan yang mendekati pantun yang biasa kita kenal," kata Iwan.
Dia menjelaskan, penerbitan Warahan Radin Jambat dan Hikayat Nakhoda Muda merupakan upaya menyelamatkan naskah kuno di Lampung. "Agar kekayaan bumi Lampung yang tak ternilai harganya ini dapat tetap ada dan tak hilang dimakan zaman," kata dia.
Senada dengan itu, Direktur BE Press Y. Wibowo menyatakan kegembiraannya dengan terbitnya tiga buku tersebut. "Ketiga buku itu, baik yang berbahasa Lampung maupun yang bukan berbahasa Lampung, memiliki setting Lampung dan kental dengan aroma sejarah dan budaya Lampung," kata dia. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Jumat, 19 Agustus 2011
Tiga buku budaya Lampung. |
Rudi Suhaimi Kalianda dalam novelnya Radin Inten II menceritakan kembali sejarah perjuangan pahlawan nasional dari bumi Lampung dengan penuturan berbahasa Lampung.
"Buku Radin Inten II terdiri dari enam pembabakan cerita, diawali dengan Sanak Ngura Sai Mebani, Jadi Kepala keratuan Darah Putih, Kalianda Berkobar, Pertempuran di Benteng Bendulu, Sampai Sepebelaan Rah, dan Gugorni Sang Pahlawan," kata sang penulis.
Sedangkan Hikayat Nahkoda Muda: Memoar Sebuah Keluarga Melayu merupakan karya sastra klasik berbahasa Melayu dalam huruf Jawi (Arab Melayu), ditulis oleh La Uddin jdkk.
Kisah petualangan tersebut merupakan karya klasik yang rampung pada 1202 Hijriyah atau 1778 Masehi. Naskah ini kemudian diterjemahkan William Marsden ke dalam bahasa Inggris dengan judul Memoirs of a Malayan Family, 1830. Lalu, diterjemahkan lagi ke bahasa Indonesia oleh Iwan Nurdaya-Djafar.
Sedangkan Warahan Radin Jambat merupakan manuskrip yang didapat Profesor Hilman Hadikusuma (alm) dari seorang peneliti asal Jepang Yoshie Yamazaki dari perguruan tinggi Tsuda College Jepang.
Naskah itu diperoleh semasa Yamazaki melakukan penelitian tentang transmigrasi di Lampung pada tahun 1984-1986. "Warahan Radin Jambat memiliki 703 bait, bentuknya reringget yang paling tua di Lampung. Dengan pola persajakan tetap dan terikat banyaknya brais dalam setiap bait. Reringget merupakan sastra lisan yang mendekati pantun yang biasa kita kenal," kata Iwan.
Dia menjelaskan, penerbitan Warahan Radin Jambat dan Hikayat Nakhoda Muda merupakan upaya menyelamatkan naskah kuno di Lampung. "Agar kekayaan bumi Lampung yang tak ternilai harganya ini dapat tetap ada dan tak hilang dimakan zaman," kata dia.
Senada dengan itu, Direktur BE Press Y. Wibowo menyatakan kegembiraannya dengan terbitnya tiga buku tersebut. "Ketiga buku itu, baik yang berbahasa Lampung maupun yang bukan berbahasa Lampung, memiliki setting Lampung dan kental dengan aroma sejarah dan budaya Lampung," kata dia. (ANT)
Sumber: Oase, Kompas.com, Jumat, 19 Agustus 2011